BENARKAHBAGI WANITA, SHALAT DI RUMAH TETAP LEBIH BAIK DIBANDING SHALAT DI MASJID NABAWI? Bagi para jamaah haji/umrah wanita, shalat di rumah atau penginapan lebih baik bagi mereka daripada shalat di Masjid Nabawi. Mari kita perhatikan hadis berikut ini: AlIslami, Caligrafi, Mode and Collection's, Built to Bless from de-Jogja, Indonesia. ApaHukum Shalat Wanita di Masjid . Apakah Shalatnya Seorang Wanita di rumah Lebih Utama Ataukah di Masjidil Haram . c. Yang paling tinggi dan puncaknya di mana karenanya agama ini menjadi tinggi dan tersebar adalah jihad di jalan Allah. Dengan jihad, telaga Islam dan kehormatan kaum Muslimin akan terjaga, wibawa mereka akan menjadi ApaHukum Shalat Wanita di Masjid . Apakah Shalatnya Seorang Wanita di rumah Lebih Utama Ataukah di Masjidil Haram . Manakah yang Lebih Utama Bagi Wanita Pada Bulan Ramadhan, Melaksanakan Shalat di Masjidil Haram atau di Rumah Tingkatan Ihsân paling tinggi terhadap manusia adalah Birrul Walidain (berbakti kepada kedua orangtua) dan TRIBUNPONTIANAKCO.ID - Bharada Richard Eliezer atau Bharada E resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada Jumat 8 Juli 2022. nOkV. Pertanyaan Sebuah gedung atau semacamnya yang ketika dibangun dan ditempati pertama kali tidak dengan tujuan dijadikan masjid, kemudian setelah itu berubah menjadi masjid. Apakah masjid seperti itu dianggap tidak sempurna dan pahala shalat berjama’ah di dalamnya berkurang? Teks Jawaban disana ada rumah atau sebuah tempat, sementara pemiliknya ingin merubah menjadi masjid, atau sebagian berkeinginan untuk menjualnya dan dirubah menjadi masjid, hal itu tidak mengapa, dan mempunyai hukum masjid. Shalat di dalamnya pahalanya sempurna tidak berkurang. Tidak disyaratkan sejak pertama dibangun dengan tujuan dijadikan masjid. Kaum muslimin telah merubah banyak tempat syirik di negara yang ditaklukkannya menjadi masjid. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Dan dalam sunnah telah ada riwayat yang menunjukkan akan hal itu. روى أبو داود 450 عَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِي الْعَاصِ رَضي اللهُ عنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَجْعَلَ مَسْجِدَ الطَّائِفِ حَيْثُ كَانَ طَوَاغِيتُهُمْ . Abu Dawud meriwayatkan hadits no. 450 dari Utsman bin Abul Ash radhiallahu’anhu, sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk dijadikan masjid Thaif, yang mana dahulu tempat thagut sesembahan mereka. Asy-Syaukani rahimahullah berkomentar, 'Para perawi sanadnya tsiqah kuat.' Al-Al-bany melemahkannya dalam kitab Dha’if Abu Dawud Dalam kitab Aunul Ma’bud dikatakan “Hadits tersebut menunjukkan dibolehkan menjadikan gereja, sinagog dan tempat-tempat patung untuk masjid. Begitu juga tindakan kebanyakan shahabat ketika menaklukan suatu negara, mereka menjadikan tempat ibadah orang kafir menjadi tempat ibdah bagi umat islam dan merubah mihrab tempat Imamnya. Hal tersebut dilakukan sebagai hukuman dan tekanan bagi orang kafir karena mereka telah beribadah kepada selain Allah di tempat ini. Demikain pula seorang Raja India Sultan yang adil, ulama besar rahimahullah telah melaksanakan sunnah ini. Dimana beliau telah membangun berbagai masjid di tempat ibadah orang-orang kafir, semoga Allah menghinakan mereka orang-orang kafir. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata “Tempat-tempat orang kafir dan orang yang suka berbuat maksiat yang tidak diturunkan azab di sana, jika dijadikan tempat keimanan dan ketaatan, hal ini adalah bagus. Sebagaimana Nabi sallallahu alaihi wa sallam perintahkan kepada penduduk Thaif untuk menjadikan tempat thagut sesembahan mereka menjadi masjid, beliau juga memerintahkan penduduk Yamamah untuk menjadikan tempat mereka berbaiat dahulu sebagai masjid.” Iqtidha’ As-Shirat, hal. 81-82 Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang gereja yang terdapat di suatu desa dan memiliki wakaf. Sementara orang Kristen telah punah dari desa tersebut, yang tersisa di antara mereka telah masuk Islam. Apakah bangunan tersebut boleh dijadikan masjid? Beliau menjawab “Ya, jika ahli dzimmah orang non islam yang tinggal di negeri Islam sudah tidak ada lagi seorag pun yang mempunyai hak, maka bangunan tersebut boleh dijadikan masjid." Majmu’ Fatawa, 31/256 Kalau merubah gereja dan tempat ibadah menjadi masjid dibolehkan, apalagi merubah rumah menjadi masjid, maka lebih utama lagi. Para ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta ditanya “Apakah dibolehkan membangun masjid atau merubah bangunan menjadi masjid di daerah atau kota yang kemungkinan jarang umat Islam setelah itu? Seperti di Amerika para mahasiswa muslim membangun masjid di daerah tertentu, kalau mereka telah lulus dan kembali ke negaranya, maka masjid menjadi kosong atau nyaris kosong?. Mereka menjawab “Dibolehkan membangun atau merubah bangunan menjadi masjid. Karena ada kemaslahatan umum bagi umat Islam yang ada. Disamping hal tersebut dapat menjadi syiar Islam serta diharapkan menjadi sebab bertambahnya umat Islam serta masuknya sebagian penduduk negeri tersebut ke dalam agama Islam.” Fatawa AL-Lajnah Ad-Daimah, 6/234 Mereka juga di tanya, bahwa sebuah bangunan telah dibeli dan dirubah menjadi masjid. Namun setelah itu kaum muslimin merasa tertekan, sehingga mereka meninggalkannya dan daerah tersebut kosong dari umat islam. Apakah dibolehkan menjualnya? Kalau sekiranya dibolehkan, bagaimana menggunakan dana dari hasil penjualan tersebut? Mereka menjawab “Dibolehkan menjualnya, dan dananya digunakan untuk membangun masjid yang lebih luas lagi. Kalau tidak diperlukan lagi, dananya digunakan untuk memakmurkan masjid lain yang membutuhkan meskipun di kota atau di desa lain.” Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6/235 Wallahu’alam . Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Masjid adalah tempat beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, berdzikir, membaca al-Quran, dan lainnya. Selain itu kita tahu, bahwa masuk dan keluar dari masjid memiliki tatakrama tersendiri, hal itu tidak lain karena bentuk penghormatan kita kepada rumah sang dapat dipungkiri lagi, bahwa sesuatu yang tidak layak dilakukan di masjid sekarang malah sudah banyak terjadi. Contoh ramai-ramai di masjid, makan-makan, ngobrol hal-hal yang tidak berguna, tidur didalam masjid. Dan tidak jarang rupanya, hal-hal tadi juga malah menggangu kepada orang yang sedang sholat ataupun yang sedang menjalankan aktivitas ibadah yang lainnya. Akhirnya, banyak dari kalangan ta'mir masjid membuat sebuah peraturan yang melarang semua itu. Sampai-sampai ada dari sebagian orang yang sholat disana berkata "lebih baik saya ibadah dirumah dari pada dimasjid tapi tidak khusyu' karna terlalu rame".Selain itu, masjid sekarang juga banyak fungsikan untuk selain sholat. Misalnya; digunakan untuk tahlilan, haul, majlis ta'lim dan lain-lain. Dari hal-hal tadi terkadang membuat resah orang yang sedang sholat, karena tempat yang sempit dan mereka merasa terganggu. Dalam menyikapi masalah-masalah diatas menurut kaca mata fikih, sebenarnya bagaimanakah hukum ramai-ramai, ngobrol atau bercanda, makan-makan, dan tidur didalam masjid, kemudian bagaimana jika hal-hal tadi sampai mengganggu pada orang yang sedang sholat atau menjalankan aktivitas ibadah yang lainnya, dan apakah melaksanakan tahlilan, istighostah, pengajian al-Quran didalam masjid dilegalkan oleh syariat, mengingat masjid diwakafkan untuk orang sholat saja ?. Dan bagaimana jika perkara tadi dapat mempersempit dan mengagangu orang yang sedang sholat?. Pada dasarnya ramai-ramai di masjid seperti; ngobrol hal-hal yang tidak layak untuk diperbincangkan didalam masjid , makan-makan dan tidur hukumnya boleh hanya saja untuk dua contoh yang terakhir hukumnya bisa berubah menjadi haram ketika dapat mengotori masjid. Namun, ketika melihat masalah ini melewati kaca mata adab maka dianjurkan untuk menjahui prilaku tersebut karna termasuk min babi su'il adab prilaku yang jelek .Sebenarnya,3 prilaku diatas hukumnya boleh ketika memenuhi beberapa pertimbanagan sebagai berikuta jika semua prilaku tersebut tidak dilarang oleh ta'mir masjid, karna mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh ta'mir hukumnya wajib layaknya mematuhi perintah dan larangan dari sulthon atau imam. Ta'mir masjid setara dengan sulthon atau imam karena sama-sama termasuk ulil amri pengurus untuk ummat muslim .b jika prilaku-prilaku tersebut tidak mengganggu kepada orang yang sedang sholat. Adapun kalau mangganggu maka hukumnya makruh bahkan bisa haram ketika sampai menyakiti hati mereka . Sedangkan hukum menyelenggarakan pengajian, tahlil, dan acara-acara islam lainnya di masjid hukumnya boleh karna termasuk min babi imarotil masjid meramaikan masjid dengan ibadah , selagi tidak mengganggu pada manfaat awal dari masjid yaitu sholat. Adapun kalau acara-acara diatas dapat mengganggu pada orang yang sholat atau mempersempit tempat mereka maka hukumnya adalah makruh. Oleh; IbnuQusai Lihat Pendidikan Selengkapnya

hukum rumah lebih tinggi dari masjid